Jumat, 25 November 2011

WEWENANG BIDAN

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
  1. Kewenangan normal:
    • Pelayanan kesehatan ibu
    • Pelayanan kesehatan anak
    • Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
  2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
  3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter

Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
  1. Pelayanan kesehatan ibu
    1. Ruang lingkup:
      • Pelayanan konseling pada masa pra hamil
      • Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
      • Pelayanan persalinan normal
      • Pelayanan ibu nifas normal
      • Pelayanan ibu menyusui
      • Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
    2. Kewenangan:
      • Episiotomi
      • Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
      • Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
      • Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
      • Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
      • Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
      • Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
      • Penyuluhan dan konseling
      • Bimbingan pada kelompok ibu hamil
      • Pemberian surat keterangan kematian
      • Pemberian surat keterangan cuti bersalin
  2. Pelayanan kesehatan anak
    1. Ruang lingkup:
      • Pelayanan bayi baru lahir
      • Pelayanan bayi
      • Pelayanan anak balita
      • Pelayanan anak pra sekolah
    2. Kewenangan:
      • Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
      • Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
      • Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
      • Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
      • Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
      • Pemberian konseling dan penyuluhan
      • Pemberian surat keterangan kelahiran
      • Pemberian surat keterangan kematian
  3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan:
    1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
    2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
  1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
  2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
  3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
  4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
  5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
  6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
  7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
  8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
  9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.

Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter.

PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

Pendahuluan
Diundang untuk ikut urun rembug menyampaikan materi
berkaitan dengan aspek hukum dan etika profesi dalam
pembinaan anggota Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang
Bangkalan dalam rangka Sosialisasi Pencegahan Infeksi
pada Pelayanan Kebidanan di Kecamatan Sepulu
Kabupaten Bangkalan, sungguh merupakan kehormatan.
Oleh karena itu, dengan perasaan tersanjung dan bangga
saya sampaikan penghargaan dan terima kasih, terutama
kepada Ketua LPPM Unijoyo dan juga kepada Ketua
Pengurus Cabang IBI Bangkalan atas kepercayaan dan
kehormatan ini.
Sungguh tidak mudah untuk dapat menyampaikan dengan
baik, sesuatu pandangan mengenai aspek hukum dan etika
profesi di hadapan para peserta pertemuan profesi tenaga
kesehatan, seperti pertemuan para bidan kali ini. Perhatian
peserta tentunya lebih terfokus pada substansi pokok yakni
acara Sosialisasi Pencegahan Infeksi pada Pelayanan
Kebidanan. Namun demikian, saya akan mencoba
memaparkan sesuatu yang tidak kalah pentingnya dengan
tugas-tugas sehari-hari para bidan dalam menangani pasien
di tempat kerja. Oleh karena disadari maupun tidak, tugastugas
para bidan sebagai salah satu unsur tenaga kesehatan
terikat oleh norma-norma baik yang berasal dari etika
profesi maupun norma hukum yang berlaku dan mengikat
setiap warga negara. Kedua aspek tersebut, baik etika
profesi maupun norma hukum hampir tidak mungkin
dihindari berlakunya dalam pelaksanaan tugas-tugas
profesi apa pun di negara kita ini. Sebagai konsekuensi
logis dari mengikatnya etika profesi dan hukum terhadap
setiap pelaku tugas-tugas profesional, maka setiap subjek
pelaku tugas profesional selalu dapat diminta
pertanggungjawaban, baik secara hukum maupun berdasarkan etika profesi. Tanggung jawab hukum dikenal
dengan sebutan gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana.
Sedangkan tanggung jawab berdasarkan etika profesi kita
kenal dengan tuntutan pertanggungjawaban dari Majelis
Kode Etik Profesi.
Semoga paparan berikut dapat bermanfaat serta
memberikan pencerahan bagi para peserta pertemuan ini.
Dalam suasana yang menyenangkan ini, ijinkan saya untuk
menggunakan istilah medik dalam rangka mencoba
menjawab pertanyaan: Sejauhmana tenaga kesehatan
dalam hal ini bidan dapat diminta
pertanggungjawaban berdasarkan hukum maupun
etika profesi ketika menjalankan tugasnya sebagai
pemberi pelayanan kesehatan maternal dan neonatal?
Sebelum memasuki uraian mengenai tanggung jawab
berdasarkan hukum maupun berdasarkan etika profesi,
sebagai pengantar penulis sajikan prolog berikut ini.
Kesehatan merupakan salah satu yang mutlak dibutuhkan
manusia. Namun ironisnya, dunia medis masih dianggap
sebagai salah satu dunia yang sedikit sekali diketahui orang
awam. Kelompok profesional medis dan keahliannya seakan menjadi pengetahuan yang eksklusif bagi mereka
saja. Kondisi ini terjadi, bahkan saat pasien sebagai
konsumen berhadapan dengan keadaan yang menyangkut
keselamatan dirinya. Padahal sesungguhnya pasien berhak
mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan
perlakuan medis maupun obat yang dikonsumsinya.
Dalam kesempatan acara Sosialisasi Pencegahan Infeksi
pada Pelayanan Kebidanan seperti sekarang ini, sekali lagi
saya minta ijin untuk mengajak para peserta memahami
sekilas pengetahuan tentang hukum dalam rangka
menambah wawasan serta pencerahan pengetahuan,
sehingga dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga
kesehatan, ibu-ibu bidan dapat memberikan pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dan
bermartabat. Jika pelayanan kesehatan yang diberikan para
bidan kepada para ibu-ibu hamil dan melahirkan telah
sedemikian berkualitas dan bermartabat sekaligus dekat
dengan masyarakat, maka pelayanan semacam itu akan
terhindar dari bayang-bayang tuntutan hukum maupun
tuntutan etika profesi.